Minggu, 19 Februari 2012

Sholat Jumat di Rumah


Sholat Jumat di Rumah
Menyelisihi Tuntunan Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam

Satu diantara pemahaman nyleneh yang muncul dimasa ini yaitu pemahaman yang menyatakan bahwa “Jika seorang laki-laki tidak bisa mendatangi sholat Jumat (karena udzur,seperti sakit,musafir atau keperluan lain) maka dia tetap wajib sholat Jumat dua rakaat walaupun sendirian di rumah. ”Mereka juga menyatakan bahwa wanita juga wajib shalat Jumat. Mereka berdalil dengan Firman Allah Ta’ala :
ينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى يَا أَيُّهَا الَّذِ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ    
Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” (QS. Al-Jumuah: 9)
Kata mereka: Yang namanya orang beriman itu bukan hanya laki-laki tapi juga para wanita, oleh karena itu wanitapun  wajib sholat Jumat, Karenanya wanita-wanita mereka pada mengerjakan sholat Jumat dua rekaat di rumah seandainya tidak bisa ke masjid sebagaimana laki-laki mereka mengerjakan sholat Jumat dua rekaat di rumah seandainya tidak bisa mendatangi sholat Jumat di masjid karena ada  udzur. Ini adalah  pendapat nyleneh yang baru muncul di masa ini oleh  kelompok aqlaniyun. Pendapat yang sama sekali tidak dikenal oleh generasi salafushalih, generasi khairul qurun, generasi terbaik ummat ini, yakni generasi shahabat, tabi’in dan atba’uttabi’in, padahal mereka adalah generasi paling ‘alim dari ummat ini, paling mendalam ilmunya, yang langsung menimba ilmu agama ini dari Nabinya Shallalahu’alaihi wa sallam.
                       Sebarluaskan artikel ini, Insya Allah berpahala dan menjadi amal shalih anda                     1
Pendapat ini juga tidak dikenal oleh para ulama dan imam-imam besar kaum muslimin, imam-imam ahli hadis  dari zaman ke zaman ,padahal mereka lebih kokoh ilmunya, lebih kuat ittiba’ya kepada jalannya Rasulullah dan para shahabatnya.
Wahai saudaraku, sesunguhnya memahami agama ini ,memahami Al-Quran dan As-Sunnah tidaklah cukup hanya dengan melihat arti bahasanya. Namun haruslah  dilihat bagaimana prakteknya Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Bagaimana ayat-ayat dan hadis-hadis itu ditafsirkan dan dipraktekkan oleh Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya dalam kehidupan keseharian mereka. Bahkan memahami agama ini , menafsirkan  ayat-ayat dan hadis-hadis hanya dari segi bahasanya bisa menyebabkan tidak sampainya pada tujuan yang dimaksud bahkan tersesat sejauh- jauhnya.                                                             Kerusakan pendapat atau pemahaman ini , dikarenakan jauhnya mereka dari bimbingannya para Ulama, dan mereka merasa cukup serta merasa mampu memahami sendiri ayat-ayat maupun hadis hanya  dengan melihat artinya, tanpa melihat prakteknya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan para shahabatnya, tanpa mau membaca, melihat, mendengar  penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh para ulama ahli tafsir maupun ahli hadis yang jauh lebih alim dan lebih mendalam ilmunya dari mereka. Maka lihatlah apa yang terjadi, kerusakan demi kerusakan, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, mengingkari lailatul qadr, mengingkari taqdir, mengingkari Istiwa’ (meningginya) Allah Ta’ala diatas Arsy-Nya, diatas langit-Nya yang ketujuh, menghalalkan anjing ,menghalalkan kodok, menghalalkan musik dan kerusakan–kerusakan lain yang lebih parah dikarenakan menyangkut urusan aqidah.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam tidak mengerjakan  sholat Jumat ketika dalam kondisi musafir,tapi beliau sholat dhuhur
Keringanan bagi musafir atas kewajiban sholat Jumat sebagaimana yang pernah dikerjakan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Ketika mereka sedang menjalankan ibadah haji atau pada waktu-waktu yang lain dimana mereka dalam kondisi sebagai musafir, tidak seorangpun dari mereka yang mengerjakan sholat Jumat. Padahal pada waktu itu orang-orang sangat banyak yang memungkinkan untuk menjalankan sholat Jumat. Al-Alamah Asy-Syaihk Muhammad Nashiruddin Al-Albani, seorang Ulama besar ahli hadis, dalam kitab beliau yang berjudul Al-Irwa’ Juz 3 hal 60, mengatakan bahwa berdasarkan penelitian beliau memang benar menunjukkan hal yang demikian, yakni tidak adanya kewajiban sholat Jumat bagi orang yang berada dalam keadaan musafir. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya riwayat yang diperoleh dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma  yang berhubungan dengan bagaimana Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam mengerjakan haji atau dalam kondisi musafir yang lain, sebagaimana berikut. “Ketika Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam telah sampai di Arafah, mereka mengerjakan sholat dhuhur kemudian berdiri melanjutkan atau menjamak nya dengan sholat Asar.” Kejadian tersebut adalah pada hari Jumat sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab shahihain (Bukhary dan Muslim) dan kitab-kitab lainnya.
Wanita Tidak Wajib Sholat Jumat,tapi sholat dhuhur
Shalat Jumat merupakan kewajiban atau fardhu ‘ain bagi setiap laki-laki merdeka, yang jarak antara rumahnya ke masjid tidak lebih dari satu farsakh (yakni lebih kurang tiga mil, Lihat ta’liq syarah Bulughul Maram oleh Hamid Al-Faqiy hal 86), sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abu Dawud, bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:               
الجمعةحق واجب علىكل مسلم إلا أربعة عبد مملوك    3   ج53  ص 592 أوامرأةأوصبي أومريض صحيح الإرواء رقم

“Sholat Jumat wajib bagi setiap muslim, kecuali empat golongan: budak , wanita, anak kecil dan orang yang sakit.”( Shahih, Al-Irwa’ Juz 3, halaman54, nomor 592)

Sholat Jumat di rumah menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

                       Sebarluaskan artikel ini, Insya Allah berpahala dan menjadi amal shalih anda                      2
Sholat jumat sendiri dirumah siapa yang ditiru. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tidak pernah melalukannya, Para shahabat Nabi ridhwanallahu ‘alaihim ajma’in tidak ada yang melakukannya, Al-khulafaurrasyidin al-mahdiyyin tidak ada yang melakukannya. Sedang mereka adalah generasi yang dididik dan diasuh langsung oleh Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam. Dalam hadits `Abdullah bin Masud Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam.bersabda:                                              “Sebaik-baik manusia      adalah     zamanku     kemudian zaman    setelahnya  kemudian zaman  setelahnya. (Dikeluarkan oleh Imam Bukhory (2652), Muslim (2533/211), dan lain-lainya. Dan hadits ini adalah hadits yang mutawatir).
Hadits ini sangat tegas menunjukkan keutamaan tiga generasi pertama ummat ini yaitu generasi Salaf Ash-Sholih (yakni generasi shahabat, tabi`in,dan tabiut tabi`in) bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi yang pernah lahir dari ummat ini. Merekalah generasi yang paling baik jalannya, paling mendalam ilmunya, paling lurus pemahamannya, paling sedikit salahnya, dan yang paling mulia disisi Allah Ta`ala. Maka ini menunjukkan wajibnya kita mengikuti jalan mereka. Karenanya,  kalau kita ingin selamat maka kita harus memahami agama ini dengan pemahamannya shahabat-shahabat Nabi shallallahu ``alaihi wa alihi wa sallam.
 Wahai saudaraku, demikian pula  para ulama ahli tafsir, ahli hadits serta imam-iamam kaum muslimin dimanapun dan pada zaman apapun hingga zaman kini tidak ada yang melakukan sholat Jumat dirumah, melainkan sholat dhuhur kalau mereka berhalangan dari mendatangi sholat Jumat karena sakit , sedang  safar atau sebab lain yang membuat mereka tertahan dari mendatangi sholat Jumat.

Karena itu,  tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah shalat jumat dalam keadaan safar, maka sudah  dipastikan bahwa amalan mengerjakan shalat jumat dalam kondisi safar apalagi tidak sedang safar tapi melakukan sholat Jumat sendirian di rumah adalah salah dan menyelisihi tuntunan beliau, serta pelakunya telah terjatuh ke dalam dosa penyelisihan kepada Ar-Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan seharusnya mereka sholat dhuhur kalau memang ada udzur ( yakni, ada sesuatu hal yang menghalangi atau memberatkan, sehingga diperkenankan untuk tidak mengerjakannya, sperti sakit,sedang safar atau melakukan perjalanan jauh untuk suatu kebutuhan ,atau sebab lain yang syar’i.)
Sumber:                                                                                           -Shaolatul jum’ah, fadhiluhu, adabuhu, hukumuhu. Penulis: Abu Abdul Aziz Abdullah bin Safar Al-‘Abdaliy Al-ghamidiy                                                                                         -http://al-atsariyyah.com/jamak-shalat-bagi-musafir.html